Tetap Menulis di Kala Sakit
Pelatihan Belajar Menulis Gelombang 18 kali ini bertema Menulis di Kala Sakit, bersama narasumber yang sangat luar biasa hebatnya, begitu inspiratif dan memotivasi kita semua. Meski dalam keadaan sakit beliau tetap semangat menulis. Rasa sakit tidak menjadi alasan untuk bermalas-malasan, namun menulis menjadi salah satu terapi penyembuh dari sakitnya.
Narasumber kali ini ialah Bapak Suharto, S.Ag., M.Pd. atau biasa dipanggil Cang Ato. Asli Betawi Jakarta alumnus S-1 IAIN Jakarta dan S-2 UNISMA Bekasi. Saat ini beliau sebagai Guru Madrasah Tsanawiyah negeri (MTsN 5 Jakarta) Kementrian Agama DKI Jakarta untuk Bidang studi: Fikih ( Hukum Islam). Adapun Karya Tulis berupa karya Solonya yaitu:
1. Mengejar Azan (2018)
2. GBS Menyerangku (2020)
3. Menuju Pribadi Unggul (2020)
4. Kisah inspiratif Seni Mendidik Diri (2021)
5. Belajar Tak Bertepi (2021)
Karya tulis berupa Antologi:
1. Bukan Guru Biasa (2017)
2. Kisah Guru Inspiratif (2020)
Awal Cang Ato Mulai Menulis
Sebetulnya sudah lama beliau ingin menulis. Beliau juga sudah berusaha membeli buku tentang tulis-menulis, bahkan pernah ikut acara jurnalis. Tapi tetap saja tidak bisa menulis. Pernah beliau di undang untuk menulis, tapi katanya hasilnya masih kaku, karena sifatnya hanya memindahkan dari buku cetak. Terus terang beliau mengatakan jika dirinya tidak bisa merangkai kata menjadi sebuah kalimat, apalagi kalimat yang indah dan mempunyai ruh atau inspiratif.
Tapi Cang Ato tidak berputus asa, ketika lagi bumingnya literasi di sekolah-sekolah, beliau memcoba masuk kedalamnya. Ia perhatikan peserta didik hanya dipinta membaca buku pada hari tertentu oleh pembina literasi, ia pun ikut membaca buku, kebetulan beliau suka membawa buku selain buku pelajaran.
Dari sinilah Cang Ato mulai tertarik untuk menulis, walaupun pernah menulis, tapi tidak pernah jadi, ia mencoba mencari wadah pelatihan menulis. Mulai dengan buka Facebook, lalu didapatinya ada sebuah pelatihan menulis di wisma UNJ. Di sinilah jugalah ia kenal dengan pak Namin, Om Jay, Om Dedi, dan lainnya hingga saya sering ikut kegiatan bersama mereka.
Cang Ato pun berguru lagi dengan media guru, dari sana ia menerbitkan buku perdana solo "Mengejar Azan" buku ini bercerita tentang perjalanan menuntut ilmu. Dasarnya dari Om Jay lalu dipoles oleh media guru. Berikut karya bukunya:
Dari pelatihan ini ia sedikit banyak mengetahui cara menulis, terutama apa yang disampaikan oleh Om Jay." Tulis apa yang ada disekitar kita, tulis yang sederhana dahulu, tulis yang kamu bisa dan kuasai, serta mulailah menulis apa yang kamu alami dan rasakan" itulah sepenggal kalimat yang ia pahami sampai sekarang. Tapi kalimat inspiratif yang menjadi kartu nama beliau "Menulislah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi" kemudian ia buat turunannya" Menulislah setiap hari dan lihatlah apa yang terjadi."
Kebahagiaan yang tak terkira pada saat itu, mempunyai kebanggaan tersendiri dapat memiliki karya buku sendiri, hingga teman-teman Cang Ato ingin memiliki bukunya.
Namun, untung tak dapat diraih dan malang tak dapat dihindari. Secara tiba-tiba badai tornado menghantam tubuh gagah dan wajah gantengnya, lumpuh total tidak ada bisa bergerak bahkan untuk bernapaspun terasa sulit. Hanya tersisa mata, telinga, dan memori. Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un, penyakit yang tak terbayangkan sebelumnya mendera tubuhnya yang tak berdaya.
1,5 bulan di ruang ICU, 3 bulan di ruang HCU, 2 Minggu di ruang inap biasa. Kemudian pada akhirnya Cang Ato bisa pulang lagi ke rumah, namun pulang dalam kondisi lumpuh. Satu tahun badan tak bergerak. Setelah satu tahun mulai ada gerakan tangan, butuh enam bulan tangan kiri bisa memegang wajah, lalu disusul tangan kanan. Jari tangan masih kaku dan tidak bisa menggenggam, untuk menekan remot saja tidak mampu. Rada suntuk itu pun mendera, 1,5 tahun hanya berbaring. Tidak tahu perkembangan dunia luar seperti apa.
Menulis Dikala Sakit
Suatu hari handphone istrinya tertinggal dan berdering. Ia coba minta asisten rumah tangga untuk mengambilnya dan meletakkan di atas dadanya. Lalu ia mencoba untuk menyentuh, Alhamdulillah, akhirnya hp itu bisa terbuka. Dalam hati kecil ia berkata "ke mana ya handphone miliku? sudah 1,5 tahun lepas dari genggamanku."
Ketika istrinya pulang dari sekolah selepas mengajar, Cang Ato pun meminta HPnya dan sekaligus minta dibelikan kartu baru. Karena yang lama sudah mati. Tak pikir panjang istri Cang Ato mencarikan HP itu dan membelikan kartu baru.
Terasa hidup kembali
Setelah HP itu kembali digenggamannya, Cang Ato berusaha menggunakan HP itu walau tidak bisa menggenggam dengan benar, lalu ia minta membeli alat HP yang dapat disangkutkan pada jari jempol tangan kiri dan menulis menggunakan jari tengah. Karena jari manis dan kelingking tertekuk akibat sakitnya, namun ia terselip rasa senang dihatinya karena hal itu ia bisa menulis dengan jari tengah tanpa ada yang menghalanginya untuk menulis. Karena jari tengah yang terpanjang, maka ia gunakan untuk mengetik. "Ternyata semua yang terjadi ada hikmahnya. maka itu syukuri saja dan jangan mengeluh pasti Tuhan punya maksud tertentu. " Pungkasnya.
Mulailah ia melacak Facebooknya, cukup makan waktu 3 hari baru bisa terlacak. Alhamdulillah, sejak itu ia mulai memposting kondisinya, hingga banyak simpati dan empati berdatangan.
Hingga suatu hari terbersit dalam hatinya "kenapa saya tidak menulis sesuatu yang bermanfaat untuk orang banyak?" Akhirnya ia menulis apa yang pernah ia baca, lihat, dan dengar. Karena ia senang dengan motivasi, maka hampir setiap hari menulis artikel sederhana tentang motivasi hidup. Di samping juga menulis tentang apa yang sedang terjadi pada diri saya.
Banyak respon positif berdatangan, hingga banyak yang membaca bahkan selalu menunggu tulisan berikutnya. Maka ia pun tambah semangat. Sehingga tidak tidur sebelum ketemu bahan untuk ditulis besok. Setiap habis salat subuh hingga jam 7 ia menulis. Menulis sambil rebahan di atas kasur. Setelah bisa duduk baru ia menulis di atas roda. Cang Ato menulis di mana saja. Terkadang di atas kasur, di luar rumah ketika menjemur badan, di mobil sambil menikmati macetnya arus lalulintas, di rumah sakit sambil nunggu panggilan dokter. Ya, pokoknya di mana saja, di mana berada di situlah ia menulis. Bahkan ketika sedang terapi pun ia suka menulis.
Suatu hari ada sahabatnya yang bernama Om Jay menghubunginya. Lewat WhatsApp dan vicol. Dia akhirnya mengajak Cang Ato untuk ikut pelatihan menulis. Walau dalam serba keterbatasan dan leher masih memakai alat trakeastomi dan hidung masih memakai NGT untuk selang makan, dengan semangat ia menyatakan siap ikut pelatihan.
Ketika pelatihan berlangsung, jika lelah dan pusing ia tidak ikut, tapi materinya ia tetap simpan diaplikasi catatan. Aplikasi catatan yang ada di HP itu tempat ia menulis setelah itu baru ia share ke blog dan Facebook.
Menulislah setiap hari dan lihatlah apa yang terjadi.
Turunan kalimat dari Om Jay ini dirasakan sangat mujarab baginya. Kalimat ini sebagai penyemangatnya, sekaligus ia pun ingin membangkitkan dan mengajak teman-temannya keluar dari zona nyaman. Walau terkadang dinyinyir ia tetap maju pantang surut ke belakang. Karena ia ingat pesan Om Dedi "Ingat apa yang menurut kita bagus belum tentu orang lain menerima" artinya terus berjuang. Dan apa yang terjadi... Akhirnya teman-teman Cang Ato satu persatu mengikutinya dan mereka sudah mempunyai karya bahkan muridnya pun mengikuti dan sudah menghasilkan karya. Begitu juga teman-teman di medsos dia menulis karena terinspirasi darinya.
Dari sinilah lahir buku demi buku secara estapet. Sesuatu yang tak terbayangkan sebelumnya. Kemustahilan versus realita berwujud keniscayaan. Kalau kita ingin belajar, belajar, dan belajar pasti kita bisa. Berikut karya dari Cang Ato diantaranya:
Lelah pasti ada apalagi dalam kondisi serba keterbatasan, memegang buku saja ia merasa kesusahan, begitu juga membuka buku. Dengan bantuan istri, anak, dan asisten rumah tangga, ia bisa membaca buku untuk memperkaya tulisannya. "Ya, menulis itu identik dengan membaca. Jangan berpikir menjadi penulis kalau malas baca." Paparnya.
Kemudian ia memcoba untuk membuka laptop walau berat jari-jemarinya untuk menekan hurup dan angka, tapi tetap ia paksakan hingga tanpa sadar sebagai media terapi baginya, jari-jemarinya akhirnya kuat menekan hurup-hurup demi hurup. Ia pindahkan tulisan yang ada di blog dan Facebook ke laptop. Lalu ia kelompokkan sesuai tema yang inginkannya. Lalu ia edit hingga menjadi sebuah buku. Untuk mempertajam tulisan, ia berguru dengan pak Akbar Zaenudin penulis buku best seller Man Jadda wa Wajada. Jadilah sebuah buku motivasi.
Sanjungan berdatangan
Ternyata menulis dikala sakit itu sungguh luar biasa, banyak yang merespon positif dan inspiratif. Banyak teman guru baik di dunia nyata maupun Maya. Melontarkan kalimat-kalimat sanjungan. Seperti "Bapak merupakan motivator saya, bapak guru inspiratif, saya malu pada diri saya, bapak yang sakit saja bisa berkarya, sementara saya tidak." Itulah di antara kalimat yang terlontar dari para sahabat.
Kedatangan yuotuber
Bukan saja mendapat sanjungan dari para sahabat medsos. Ternyata para yuotuber pun sampai datang berkunjung ke rumah dan berjumpa dengannya. Mereka melabelkan Cang Ato sebagai guru motivator yang inspiratif.
Menjadi Narasumber
Ia tidak pernah menyangka ada orang ngeliriknya untuk diminta menjadi narasumber. Walau dahulu terbersit dalam hati, suatu saat akan menjadi narasumber.
Pertama datang dari sahabatnya, dia meminta untuk mengesi pada acara motivasi di grup guru ,tapi ia tolak karena masih terbatas bicara. Selanjutnya tak ada kabar lagi dari temannya itu. Walau belum terlaksana, setidaknya memberi motivasi kepada dirinya, ternyata ada juga melirik dirinya untuk menjadi narasumber.
Kedua, datang dari Om Jay. Ia lihat namanya ada di urutan daftar narasumber, tapi terutulis Cang Ato bukan Suharto. Akhirnya ia cuekin saja. Setelah sudah mendekati waktunya baru ia dihubungi oleh bunda Aam Nurhasanah. Tanpa pikir panjang ia pun menyanggupinya. Jadilah ia mengisi pada pelatihan menulis gelombang 17, lalu ternyata dipanggil lagi pada gelombang 18 ini. "Ya, sudah kepercayaan seseorang jangan diabaikan. Kesempatan tidak datang dua kali." Pikirnya.
Demikian sepenggal kisah tentang Cang Ato, yang tetap semangat menulis meski dalam keadaan sakit. Sungguh kisah yang begitu inspiratif dan menampar diri ini.
Ingat pesan dari Cang Ato "Jangan takut untuk menulis, menulis saja. Jangan menunggu pintar baru menulis, menulis saja dahulu nanti pasti pintar. Awali menulis yang sederhana, yang kita bisa dan yang kita kuasai. Mulailah dengan apa yang kita alami dan rasakan, itu lebih mudah. Untuk memperkaya tulisan kita, silahkan baca tulisan-tulisan orang lain."
Jum'at, 18 Juni 2021
Resume ke 28
Tema: Menulis di Kala Sakit
Narasumber: Suharto, S Ag., M.Pd.
Gelombang 18